Articles

Indonesia Perlu Berkaca Pada Banda

Tanggal Rilis: 15 Jan 2023 | 09:00

Tags: Tsunami, Mitigasi

Penulis: Nisrina Khairunnisa

“Daerah Aceh tanoh loh sayang, ni bak teumpat nyan loen udep mate.” Kiranya, sepenggal lirik lagu tersebut mendeskripsikan kecintaan, kerelaan, kepemilikan dan kenyamanan Tanoh keuneubak, indatu moyang, Aceh. Daerah yang terletak di ujung barat Sumatera ini, tak ubahnya bak seorang gadis cantik yang tak bosan diperbincangkan, mungkin juga diperebutkan.

Mulai dari masa kesultanan, syariat islam, kegigihan melawan penjajah, perannya memberi modal bagi Republik Indonesia di awal kemerdekaan, dinamika politik, tsunami, bahkan yang terbaru ialah statusnya sebagai provinsi termiskin di pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 km².

Baik buruknya patut disyukuri, menjadi semangat serta harapan untuk memperbaiki daerah berjuluk ‘Serambi Mekkah’ itu. Karena sejatinya, sejarah tidak perlu diperdebatkan tapi dimaknakan untuk perbaikan di masa depan bagi kaum yang ingin merubah nasibnya. Aceh berhasil membuktikan kepada dunia bahwa kehancuran di atas permukaan tanah Banda Aceh lantas tidak serta merta menghancurkan semangat warganya untuk mengelola kembali sumber daya yang masih tersisa.

Setelah tsunami Aceh 2004, bencana mulai dibicarakan, didiskusikan, dicari jalan keluar untuk kegiatan mitigasi sehingga melahirkan UU No. 24 2007 tentang penanggulangan bencana dan semua peraturan perundangan turunannya, maka garis besar ruang lingkup penyelenggaraan penanggulangan bencana terangkum menjadi:

1. Semua upaya penanggulangan bencana yang dilakukan pada saat pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana
2. Penitikberatan upaya-upaya yang bersifat preventif pada pra bencana
3. Pemberian kemudahan akses bagi badan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
4. Pelaksanaan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pada pasca bencana.

Aceh termasuk termasuk wilayah yang sangat rawan terhadap bencana, salah satunya adalah gempa yang dapat mengakibatkan gelombang tinggi. Banyak temuan ilmiah yang memastikan keberulangan bencana gelombang tinggi tersebut, meskipun pakar atau ahli sehebat apapun tidak akan pernah bisa memprediksi kapan dan dimana bencana tersebut akan terjadi.

Apabila menyinggung masalah mitigasi dan keterkaitannya dengan bencana, pola pikir masyarakat masih sangat mainstream yaitu bencana terjadi dikarenakan fenomena alam dan diserahkan kepada kuasa Tuhan sehingga banyak masyarakat yang cenderung pasrah tanpa memikirkan cara penanggulangan jangka panjang yang dapat dilakukan.

Istilah mitigasi mencuat dan popular di Indonesia setelah terjadinya bencana besar yang melanda negeri ini. Beberapa lembaga negara non kementerian dibentuk untuk menangani kasus bencana sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana tersebut. Salah satunya adalah Tsunami And Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. TDMRC juga berkontribusi meningkatkan masyarakat yang tahan bencana, berkolaborasi dengan para peneliti dan lembaga riset lainnya dalam riset-riset kebencanaan.

Share this Articles

Komunitas berbasis masyarakat yang bergerak di bidang mitigasi kebencanaan di Lebak Selatan

ALAMAT

Villa Hejo Kiarapayung, Kp. Kiarapayung, RT 004 RW 004, Desa/Kec. Panggarangan, Kab. Lebak, Banten - 42392

Copyright 2025, GMLS. All Rights Reserved.